BAB
I
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 menjadi
peristiwa yang tidak terlupakan bagi masyarakat Indonesia. Peristiwa yang
telah memporak - porandakan perekonomian Indonesia. Krisis ini menjadi
pengalaman terberat dalam perjalanan bangsa Indonesia. Krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun
1997 sekitar bulan Juli dan Agustus yang pada saat itu jabatan tertinggi negara
dipegang oleh Soeharto. Padaawal tahun 1997 Indonesia masih belum merasakan
akan terjadinya krisis. Tingkat Inflasi Indonesia yang dirasa masih pada taraf
wajar. Krisis mulai terasa di awal bulan Juli dan Agustus ketika dimulai dengan
nilai rupiah yang turun. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan
tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir
Januari 1998 (Krisis Moneter Indonesia). Penurunan ini juga didorong dengan
semakin banyak masyarakat yang membeli dolar. Sehingga permintaan akan dolar
pun tinggi yang berakibat semakin lemahnya nilai rupiah terhadap dolar.
Masalah pun semakin parah ketika banyak perusahaan swasta yang meninjam
dana dari luar. Sehingga mereka harus menghadapi biaya yang sangat besar dalam
pembayaran utang tersebut. Hal ini yang memicu banyak perusahaan yang mulai
gulung tikar. Krisis moneter yang menimpa Indonesia selama dua tahun ini mulai
berubahmenjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi yang disebabkan
banyak perusahaan swasta yang gulung tikar dan berakibat pada para
pekerja yang mengganggur (Krisis Moneter Indonesia). Krisis Moneter yang
terjadi berdampak kepada segala segi kehidupan politik dan masyarakat. Krisis
ini pula yang membawa Presiden Soeharto meninggalkan tahta kepemimpinannya.
Kebijakan-kebijakan ekonomi mulai diambil ketika krisis ini mulai muncul.
Berbagai langkah kebijakan diambil terfokuskan kepada mengembalikan kestabilan
mikro ekonomi dan membangun kembali infrastruktur ekonomi, khususnya
dibidang perbankan dan dunia usaha. Kebijakan yang terfokus pada dua hal
tersebut tepat untuk diambil seperti yang diketahui krisis moneter yang
terjadisudah sangat menyerang perekonomian secara keseluruhan sekaligus
menyerang sector-sektor badan usaha. Krisis ini menjadi titik balik
perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Krisis moneter ini memicu
banyak pakar ekonom berpikir keras untuk menemukan kebijakan yang terbaik dalam
mengatasi dan mencegah hal ini terjadi dikemudian hari.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Sejarah
Awal terjadinya berbagai krisis yang muncul di Indonesia
adalah adanya devaluasi mata uang Baht oleh pemerintah Thailand pada tanggal 2
Juli 1997 sebagai akibat adanya kegiatan di pasar valuta asing, khususnya dolar
Amerika Serikat. Kemudian merambat ke Filipina, Malaysia dan Indonesia.
Pada mulanya kurs dolar Amerika Serikat US$ 1 = Rp 2.400,-
menjadi US$ 1 = Rp 3.000,-. Kemudian naik terus (pada bulan Agustus –
November 1997) sampai menunjukan angka
US$1 = Rp 12.000,-. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
Bank Indonesia antara lain dengan menaikkan suku bunga sertifikat Bank
Indonesia (SBI) sampai 30%, dengan harapan menurunkan inflasi. Namun kenyataan
dilapangan, bank-bank menaikan leading
rate (tingkat suku bunga kredit) karena cost
of loanable punds mengalami kenaikkan pada semua bank. Akibat lainnya
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga meningkat tajam, karena bank-bank
mengalami kesukaran likuiditasnya. Kondisi ini bahkan meningkatkan laju inflasi
dari 11,05% pada tahun 1997 menjadi 77,63% pada tahun 1998.
Krisis nilai tukar / krisis moneter merupakan pemicu awal
terjadinya krisis perbankan dan krisis ekonomi pada tahun 1997 diikuti oleh
krisis-krisis lainnya, karena kepercayaan masyarakat rendah dengan kondisi
sector perbankan yang rapuh. Hal ini terjadi karena kebijakan perbankan yang
sangat liberal. Sampai hamper satu decade setelah krisis perbankan masih tetap
menjadi bagian dari krisis ekonomi. Kondoso LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan masih rendah. Sepertiga bahkan
sampai 40% dana perbankan tidak bisa disalurkan sebagai kredit untuk usaha dan
bisnis. Dana perbankan banyak dimainkan untuk investasi bukan disektor riil.
Sebagai kebalikan aturan perbankan sebelum krisis, setelah krisis perbankan
dijerat dengan berbagai aturan yang sangat ketat, sehingga mengorbankan sector
riil. Kondisi sector industry akhirnya juga mengalami kemacetan. Akibat
selanjutnya tidak hanya krisis moneter, krisis perbankan dan krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia, tetapi juga diikuti krisis sosial, krisis
kepercayaan dan krisis polotik.
II.
Krisis Ekonomi Asia pada Tahun 1997
– 1998
Inilah krisis yang tidak akan pernah hilang dari ingatan
kita. Sungguh penderitaan yang nyata kita rasakan pada masa-masa krismon 1997.
Kata-kata yang masih terus menempel dalam ingatan saya hingga saat ini adalah
keluhan dari seorang kerabat yang hidup di bawah garis kemiskinan, “Sekarang
kita tidak mampu lagi membeli mi instant.” Jelas mereka yang berpenghasilan
Rp5.000,- per hari tak lagi mampu membeli bahan makanan yang cukup untuk empat
orang anggota keluarganya, sebab harga mi instant yang biasanya hanya Rp300
tiba-tiba melonjak dahsyat menjadi Rp1.500,- per bungkusnya. Saat itu, tidak
hanya orang-orang yang tinggal di Indonesia saja yang merasakan penderitaan
akibat krisis ekonomi, tetapi mungkin hampir sebagian besar warga Asia turut
tersiksa. Krisis yang bermula dari Thailand ini terus menjalar tak terbendung
ke Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia. Sementara negara yang tak
terpengaruh dampak krisis Asia secara signifikan adalah Brunei Darussalam,
Singapura, dan Republik Rakyat Cina (RRC).
1. Thailand
Pada tahun 1980-an, perekonomian
Thailand berjalan stabil dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9% per tahun.
Stabilnya perekonomian Thailand saat itu mendorong banyak perusahaan swasta di
Thailand untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan melakukan leveraging, mengajukan kredit usaha besar-besaran ke bank-bank di negara maju
seperti Jepang. Karena melihat tren perekonomian Thailand yang stabil secara
makro, bank-bank di Jepang dengan sangat mudah mengucurkan kredit tanpa
memperhatikan fundamental perusahaan debitur. Artinya, perbankan di Jepang
telah mengucurkan kredit Ponzi ke berbagai perusahaan di Thailand. Akhir tahun
1996, tibalah masa jatuh tempo pembayaran utang perusahaan-perusahaan swasta di
Thailand. Karena pada saat itu banyak perusahaan yang tidak mampu memenuhi
kewajibannya, maka timbullah ketidakpercayaan di kalangan perbankan Jepang
terhadap kapabilitas perusahaan Thailand. Beberapa bank Jepang mempercepat
jatuh tempo pembayaran utang. Akibatnya, masa jatuh tempo pelunasan utang terakumulasi
dalam periode yang sama. Pada tahun yang sama (1996), hedge fund Amerika Serikat menjual US$400 juta ke Thailand. Awal
tahun 1997, nilai mata uang Baht jatuh karena tingginya permintaan terhadap
Dollar AS. Perusahaan swasta yang memiliki utang jatuh tempo pada tahun 1997
semakin kesulitan mengembalikan pinjaman karena Baht yang menurun tajam.
Ketidakmampuan
perusahaan swasta Thailand dalam memenuhi kewajibannya membuat nilai saham
perusahaan-perusahaan itu jatuh. Karena banyak nilai saham perusahaan yang
anjlok, secara otomatis membuat pasar modal Thailand anjlok pula hingga 75%.
Dimulailah krisis finansial di Thailand pada 2 Juli 1997. Finance One
(perusahaan keuangan terbesar di Thailand) ikut mengalami kebangkrutan. Pada 11
Agustus 1997, IMF menawarkan paket “penyelamatan” untuk Thailand dengan
menyediakan dana lebih dari US$ 16 milyar. Namun, akhirnya pada 20 Agustus IMF
menyetujui pencairan paket "penyelamatan" sebesar US$ 3,9 milyar.
Paket “penyelamatan” yang dikucurkan IMF segera menunjukkan aksinya. Bulan
Januari 1998, Baht jatuh ke titik terendahnya: 56 Baht per US$, padahal sejak
1985 hingga 2 Juli 1997 Baht dipatok pada harga 25 Baht per US$.
2. Philipina
Krisis di
Thailand membawa pengaruh di Filipina. Bank sentral Filipina menaikkan suku
bunga sebesar 1,75 persen pada Mei 1997 dan 2 persen lagi pada 19 Juni 1997.
Pada 3 Juli, bank sentral Filipina dipaksa IMF untuk campur tangan
besar-besaran dalam menjaga kestabilan Peso Filipina, sehingga harus manut kepada perintah IMF dengan
menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen hanya dalam waktu satu malam
saja.
3. Hong
Kong
Di Filipina,
krisis lalu menjalar ke Hong Kong. Pada 15 Agustus 1997 seperti yang terjadi di
Filipina, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam waktu yang
sangat singkat. Pada Oktober 1997, dolar Hong Kong yang sebelumnya dipatok
HK$7,8 per USD mendapatkan tekanan spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih
tinggi dibanding AS selama bertahun-tahun. Pemerintah setempat menghabiskan
lebih dari US$ 1 milyar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya
serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya yang dipatok ke
dolar AS. Pasar modal Hong Kong menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23
Oktober, Index Hang Seng jatuh hingga 23%.
4. Korea
Selatan
Korea Selatan
yang menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-11 dunia, turut menerima
imbas krisis Thailand. Meski fundamental ekonomi makro Korsel sangat baik,
namun sektor perbankannya dibebani kredit macet luar biasa. Angka Non
Performing Loan (NPL) yang sangat tinggi mengakibatkan banyak perusahaan Korsel
yang mengalami default, nilai
sahamnya jatuh, atau bahkan diakuisisi oleh perusahaan lain. Contohnya pada
Juli 1997, Kia Motors yang notabene merupakan produsen mobil terbesar ketiga di
Korea, terpaksa meminta pinjaman darurat kepada perbankan. Bursa efek Seoul
jatuh sebesar 4% pada 7 November 1997. Sehari kemudian, bursa jatuh kembali
hingga mencapai angka 7%, penurunan terbesar sepanjang sejarah negara tersebut.
Pada 24 November, pasar modal jatuh lagi hingga 7,2% karena adanya kekhawatiran
IMF akan meminta reformasi yang membebani ekonomi Korsel. Peringkat kredit
Korea Selatan turun dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan turun lagi menjadi
B2 pada 11 Desember. Pada tahun 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.
5. Malaysia
Di Malaysia,
negara ini mengalami defisit anggaran hingga 6 persen. Pada bulan Juli 1997,
Ringgit Malaysia diserang oleh para spekulator. Untuk menyikapi serangan itu,
Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan mata uang mengambang (floating exchange rate), tetapi
akibatnya justru Ringgit Malaysia anjlok secara drastis pada 17 Agustus 1997.
Empat hari kemudian Standard and Poor's menurunkan peringkat utang Malaysia.
Seminggu berselang, peringkat Maybank juga ikut turun, padahal Maybank adalah
bank terbesar di Malaysia. Di hari yang sama, bursa efek Kuala Lumpur jatuh 856
poin, dan menjadi titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, Ringgit kembali
terjungkal dan membuat Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad harus
mengambil kebijakan capital control. Meski
demikian, mata uang Ringgit tetap saja jatuh lagi pada akhir 1997 ketika
Mahathir Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah Malaysia akan menggunakan RM 10
milyar untuk membiayai proyek jalan, rel, dan saluran pipa. Pada 1998,
pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen,
produksi menyusut 9 persen, dan agrikultur 5,9 persen. Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) negara ini turun 6,2 persen pada 1998. Meski ikut mengalami dampak
negatif krisis finansial Asia 1997, Malaysia merupakan negara tercepat yang
pulih dari krisis ini karena menolak bantuan IMF
6. Indonesia
Pada Juni 1997,
Indonesia mulai mengalami pengaruh krisis Thailand. Tidak seperti Thailand,
Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari US$900
juta, cadangan devisa lebih dari US$20 milyar, dan sektor perbankan yang
berjalan dengan baik. Namun sayangnya, ternyata banyak perusahaan Indonesia
yang meminjam ke luar negeri atau berutang dalam bentuk dolar AS. Pada Juli
1997 saat Thailand mengambangkan nilai tukar Baht, Rupiah mulai menunjukkan
tren bearish. Pada 14 Agustus 1997,
Pemerintah RI mengganti kebijakan pertukaran mengambang teratur dengan
pertukaran mengambang bebas, akibatnya Rupiah terperosok semakin dalam. IMF
kemudian datang dengan paket “bantuan” US$23 milyar, tapi tetap saja rupiah
semakin anjlok lebih dalam lagi karena adanya pembayaran utang swasta luar
negeri yang jatuh tempo, permintaan US$ yang sangat tinggi di pasar, dan
penjualan rupiah besar-besaran. Pasar uang dan bursa efek Jakarta menyentuh
titik terendah pada bulan September 1997. Moody's menurunkan peringkat utang
jangka panjang Indonesia menjadi "junk
bond".
7. Singapura
Ekonomi Singapura berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan
dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun
hubungan erat dan ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif
terhadap ekonominya. Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan
krisis diperhatikan secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal
Singapura sebagai pelajaran bagi negara tetangganya.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
8. Tiongkok daratan
Republik Rakyat
Tiongkok tidak
terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir semua
investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun RRT
telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah dalam sistem
perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan tidak ada
pelarian bank.
9. Amerika Serikat dan Jepang
"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada Amerika Serikat dan Jepang. Ekonomi mereka tidak
hancur, tetapi terpukul kuat. Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi
Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan.
Krisis ini menuju ke jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang.
Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
10. Laos
Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4700 ke 6000 terhadap satu
dolar AS.
III.
SEBAB KRISIS MONETER
Krisis moneter yang menimpa Indonesia pada pertengahan tahun
1997 dan mengalami puncaknya ketika memasuki tahun 1998. Krisis moneter lebih
pantas disebut krisis ekonomi karena sudah berakibat ke berbagai segi
perekonomian Indonesia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi krisis
moneter yang terjadi di Indonesia.Salah satu faktor yang menyebabkan krisis
moneter Indonesia menurut Jurnal Akuntansi dan Keungan ’Inflasi di Indonesia’
diawali ketika nilai mata uang Indonesia terdepresiasi terhadap mata uang asing
(terutama dolar AS). Penurunan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS
berakibat besar pada perusahaan besar yang banyak meminjam dana dari luar
negeri. Hal ini berakibat pada biaya besar yang harus
dikeluarkan perusahaan sehingga banyak perusahaan yang gulung tikar dan
banyaknya pengangguran.Hal serupa juga diungkapkan dalam Jurnal Akuntansi dan
Keuangan ‘Inflasi diIndonesia’ bahwa penurunan nilai mata uang asing (terutama
terhadap dolar AS), akibatefek domino dari terdepresiasinya mata uang Thailand
(bath) salah satunya mengakibatkan kenaikan harga barang - barang yang diimpor
oleh Indonesia. Hal ini mengakibatkan kenaikan berbagai barang - barang impor
secara langsung maupun tidak langsung. Kenaikan harga barang - barang di
pasaran semakin di perparah dengan banyaknya pengangguran yang terjadi.
Krisis moneter ini tidak seluruhnya disebabkan oleh berbagai hal tentang
moneter seperti yang terdapat dalam ‘Krisis Moneter : Sebab, Dampak, Peran
IMF, dan Saran’ mengungkapkan bahwa krisis ini juga diperparah dengan berbagai
musibah nasional yang terjadi seperti, misalnya kegagalan panen akibat
kekeringan, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan, dan
berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah.Krisis ini mulai merambat
ke dalam segi masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kegagalan panen
yang berimbas pada semakin mahalnya harga beras sekaligus petani mengalami
kerugian besar-besaran. Kebakaran hutan dan kerusuhan yang terjadi dimana- mana
memaksa pemerintah membagi pikiran.Akibat fluktuasi akan dollar AS, Bank
Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997membebaskan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, khususnya dolar AS (KrisisMoneter Indonesia : Sebab, Dampak,
dan Peran IMF). Indonesia yang dulunya menganut system floating
managed mengubah menjadi free floating. Dengan sistem baru ini,
Bank Indonesia tidak perlu melakukan intervensi atau menyediakan sejumlah
dana untuk membantu dalam mengembalikan nilai mata uang rupiah. Perubahan
system dari floating managed ke free floating berakibat
merosotnya cepat dan tajam dari Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi
Rp 13.513 akhir Januari 1998. Hal ini diakibatkan banyak orang yang bereaksi
dengan membeli dollar dan menjual rupiah karena harga dollar yangsemakin
melambung. Sehingga permintaan akan dolar lebih banyak dibanding permintaan
akan rupiah seperti halnya dalam hukum permintaan dan penawaran dimana ketika
penawaran tetap dan permintaan naik maka akan pula menaikkan nilai dari barang
tersebut. Hal ini berlaku pula dalam mata uang asing seperti, dollar ini. Hal
ini yang semakin memperburuk keadaan dan nilai rupiah turun dengan tajam pada
tahun 1998. Namun pada Mei 1999 nilai rupiah kembali membaik.
INDIKATOR
UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990-1997
Tabel
1
*Sumber
: BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan
Indonesia;World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998 (dalam Krisis Moneter
Indonesia : Sebab, Dampak,Peran IMF)*
Data Indikator Ekonomi Indonesia di atas yang menunjukkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tujuh tahun dari tahun
1990 – 1997. Data diatas terlihat ditahun 1997 pertumbuhan ekonomi
mengalami penurunan yang cukup drastis dan tingkat inflasi yang naik tajam.
Menurut ‘Krisis Moneter : Sebab, Dampak, dan Peran IMF’ bahwa krisis ekonomi
terjadi bukan hanya karena fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, bisa
dilihat dari data diatas dimana sebelum tahun 1997 pertumbuhan ekonomi
Indonesia berkembang cukup baik. Krisis ini lebih disebabkan karena utang
swasta luar negeri yang cukup besar. Krisis yang berkepanjangan ini adalah
krisis merosotnya nilai rupiah yang jatuh tajam. Hal ini akibat dari utang
swasta luar negeri yang sudah mulai jatuh tempo dan juga karena serbuan
bertubi-tubi akan dollar AS. Jatuh temponya utang swasta luar negeri ini
memaksa permintaan akan dollar AS yang tinggi. Jika permintaan akan dollar AS
tidak tinggi pada tahun tersebut Indonesia tidak akan mengalami krisis yang
berkepanjangan. Menurut Anwar Nasution (Nasution : 28) dalam ‘Krisis Moneter
Indonesia : Sebab, Dampak, dan Peran IMF’ bahwa besarnya defisit neraca
berjalan dan utang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistem perbankan
nasional sebagai akar dari terjadinya krisis finansial. Defisitnya neraca
berjalan berarti Indonesia banyak melakukan impor barang sedangkan ekspor
Indonesia sangat lemah. Ini disebabkan produk-produk Indonesia yang mulai
kalah bersaing dengan produk-produk luar negeri, selain itu perusahaan dalam negeri yang
mengalami masalah utang luar negeri mereka yang mulai jatuh tempo
berdampak pula pada biaya produksi yang tinggi. Utang luar negeri ini yang
menjadi faktor utama terjadinya krisis moneter Indonesia walaupun masih ada
faktor lain yang mempengaruhi krisis tersebut. Oleh karena itu, bila ditelusuri
lebih jauh menurut para pakar ekonom terjadinya krisis moneter yang paling
utama karena utang luar negeri Indonesia walaupun masih ada faktor - faktor
lain yang mempengaruhi dan setiap ekonom memiliki pemikiran sendiri - sendiri
terhadap faktor lain yang mempengaruhi tersebut.
IV.
FAKTOR
PEMICU KRISIS
Diantara
sejumlah penjelasan mengenai penyebab krisis, beberapa faktor dinilai sebagai
pemicu atau awal mula timbulnya kondisi yang berbahaya sehingga krisis mulai
terjadi dan kemudian berlanjut secara berlarut-larut. Penurunan nilai mata uang
regional terhadap US dollar, pada tingkat tertentu menggambarkan penyesuaian
global nilai tukar valas beberapa negara penting terhadap US dollar, terutama
mata uang Yen dan Deutsche Mark yang terjadi sejak 1995. Semakin bertambahnya
kerawanan mata uang domestik terhadap goncangan-goncangan dari luar. Ada tiga
area yang perlu menjadi perhatian :
(i)
Terjadinya penurunan kegiatan export diwilayah ini sejak tahun 1996
membangkitkan kecemasan terhadap defisit rekening berjalan akan semakin buruk
sehingga terus menekan nilai mata uang. Penurunan ekspor disebabkan bukan hanya
oleh faktor siklikal, tetapi juga oleh faktor struktural yang mengakibatkan
penurunan kemampuan bersaing barang-barang ekspor.
(ii)
Pembiayaan defisit neraca berjalan juga menambah tingkat risiko regional,
karena struktur maturitas aliran modal masuk beralih dari penanaman modal
langsung jangka panjang (long term FDI) menjadi aliran dana portofolio dan
pinjaman jangka pendek. Akumulasi investasi semacam ini bagi perekonomian
domestik sangat berbahaya karena sewaktu-waktu dapat terjadi arus balik.
(iii)
Pertambahan pinjaman luar negeri oleh sektor swasta, terutama yang berjangka
pendek. Sebelum masa krisis, pinjaman ini dapat terbayar oleh besarnya
kemampuan ekspor dan pertumbuhan pendapatan domestik. Selain itu, risiko
perubahan nilai tukar valas dapat dikatakan minimal karena selama belum krisis
nilai mata uang bertahan stabil.
Pada waktu
krisis semakin mendalam, perhatian pasar beralih kepada stabilitas sistim
perbankan; Kerapuhan sistim perbankan dikawasan ini berkaitan dengan
pertumbuhan kredit yang luarbiasa dimana alokasinya banyak cenderung untuk
sektor non-perdagangan dan berisiko tinggi, yaitu properti dan pasar saham. Disamping
itu terjadi akumulasi pinjaman luar negeri jangka pendek yang digunakan untuk
menggerakkan banyak aktivitas ekonomi domestik. Pada waktu kegiatan ekonomi
mulai menurun dan tingkat suku bunga domestik melonjak, sektor properti dan
perdagangan saham terguncang dan menekan kemampuan pengembalian hutang peminjam
domestik, sehingga perbankan terancam mengalami penurunan kualitas asset.
Bagaimanapun
juga, efek imbasan krisis tidak seluruhnya dapat menjelaskan pergerakan nilai
tukar mata uang berbagai negara terhadap US dollar. Kerawanan ekonomi domestik
terhadap goncangan dari luar dan kerapuhan sektor perbankan sangat berbeda-beda
antar negara di kawasan ini. Perubahan sentimen pasar dan kepercayaan investor
juga berperan besar membawa krisis semakin parah. Pada awalnya, kawasan ini
menikmati aliran masuk modal besar-besaran selama euforia sedang berlangsung
dengan menggeloranya pertumbuhan ekonomi dan pasar aktiva. Prospek adanya
perbaikan terus-menerus membawa sikap penilaian risiko yang terlalu rendah, dan
kemudian diperkuat lagi oleh persepsi pasar adanya jaminan secara implisit oleh
pemerintah. Pada waktu perkembangan berbalik, pasar tiba-tiba mempertimbangkan
kembali seluruh situasi ekonomi keuangan di kawasan. Dengan cepat hal ini
menyadarkan akan persepsi ancaman yang melonjak, dan langsung merusak sentimen
pasar maupun kepercayaan investor. Perilaku "geropyokan" yang semula
mendorong aliran modal masuk berbalik menjadi penarikan modal besar-besaran
seketika saat krisis berkobar. Semakin parah dalam perkembangan selanjutnya,
menjadikan kerawanan pasar finansial seolah lingkaran setan antara kepercayaan
dan sentimen buruk, yaitu dengan adanya:
·
Penurunan peringkat kredit oleh
agen-agen pemeringkat internasional
·
Ketidak pastian politik mengenai komitmen
pelaksanaan kebijakan pemerintah yang drastis untuk menstabilkan kondisi
makroekonomi dan reformasi sektor perbankan.
·
Tindakan revisi kebawah oleh analis
sektor swasta mengenai prospek jangka pendek-menengah bagi ekonomi regional dan
sektor perbankan.
·
Mulai timbul kesulitan pembayaran hutang
oleh sebagian perekonomian kawasan
V. SEBAB-SEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-1998
Ada beberepa
sebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya adalah sebagai berikut:
- Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang telah menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sector swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
- Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
- Tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
- Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
- Miss government.
- Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
- Banyaknya utang dalam valas, proyek jangka panjang yang dibiayai dengan utang jangka pendek, proyek berpenghasilan rupiah dibiayai valas, pengambilan kredit perbankan yang jauh melebihi nilai proyeknya, APBN defisit yang tidak efisien dan efektif, devisa hasil ekspor yang disimpan di luar negeri, perbankan yang kurang sehat, jumlah orang miskin dan pengangguran yang relative masih besar, dan seterusnya.
- Krisis moneter dimulai dari gejala/kejutan keuangan pada juli 1997, menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap valas, diukur dengan dolar Amerika Serikat yang merupakan pencetus/trigger point. Meskipun tidak ada depresiasi tajam baht(mata uang Thailan), Krismon tetap akan terjadi di Negara tercinta ini. Karena gejolak sosial dan politik Indonesia yang memanas. Oleh karena itu penyebab krismon 98 bisa dikatakan campuran dari unsur-unsur eksternal dan domestik(J. Soedrajad Djiwandono).
- Diabaikannya early warning system merupakan penyebab mengapa krismon 97 melanda Inonesia. Adapun early system warningnya adalah: meningkatnya secara tajam deficit transaksi berjalan sehingga pada saat terjadinya krisis, defisit transaksi berjalan Inonesia sebesar 32.5% dari PDB. Utang luar negeri baik pemerintah maupun swasta yang tinggi. Boomingnya sektor properti dan financial yang mengabaikan kebijakan kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan diperuntukan untuk membiayai proyek-proyek besar yang disponsori pemerintah dan tidak semua proyek besar itu visibel. Tata kelola yang buruk(bad governence) dan tingkat transpalasi yang rendah baik sektor publik maupun swasta (Marie Muhamad).
- Argument bahwa pasar financial internasional tidak stabil secara inheren yang kemudian mengakibatkan buble ekonomi dan cenderung bergerak liar. Bahkan sejak tahun 1990-an pasar financial lebih tidak stabil lagi. Hal ini dikarenakan tindakan perbankan negara-negara maju menurunkan suku bunga mereka. Sehingga mendorong dana-dana masuk pasar global. Maka pada tahun 1990-an dana asing melonjak dari $9 Miliar menjadi lebih dari $240 Miliar.
- Kegagalan manajemen makro ekonomi tercermin dari kombinasi nilai tukar yang kaku dan kebijakan fiskal yang longgar, inflasi yang merupakan hasil dari apresiasi nilai tukar efectif riil, deficit neraca pembayaran dan pelarian modal.
- Kelemahan sector financial yang over gradueted, but under regulete dan masalah moral hazar.
- Semakin membesarnya cronycapitalism dan sistem politik yang otoriter dan sentralistik(M. Fadhil Hasan). Jika diartikan secara ekonomis teknis, krisis bisa disebut sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi yang menjadi merosot.
Dan
penyebabnya jika ditinjau dari teori konjungtur, ada dua karakteristik krisis:
1) krisis
disebabkan tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas
produksi atau underconsumption crisis.
2) Krisis
disebabkan terlampau besarnya investasi yang dipicu modal asing karena tabungan
nasional sudah lebih dari habis untuk berinvestasi. Krisis seperti ini disebut
overinvestment, dan ini yang terjadi di Indonesia (Kwik Kian Gie)
VI.
Dampak Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis
moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi
nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis
global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain, kurs rupiah
terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi
16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan
mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank
bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran
terhadap dana KLBI yang murah tersebut. Dampak negatif lainnya adalah
kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan milik Negara
dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan
telah jatuh tempo, angka pemutusan hubungan kerja meningkat karena banyak
perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya, kesulitan
menutup APBN, biaya sekolah di luar negeri melonjak, laju inflasi yang tinggi,
angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional, khususnya Sembilan
bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga
barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi. Selain
memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum
impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan
pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan
lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi
industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan.
Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah
(UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit
usaha,jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan
mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk
kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari
jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya.
VII.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN
PERAN IMF DALAM MENGATASI KRISIS
Pada awalnya pemerintah berusaha untuk menangani sendiri
masalah krisis ini. Namun setelah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS
di BI sudah mulai menipis karena terus digunakan untuk meningkatkan kembali
nilai tukar rupiah, tanggal 8 Oktober1997 pemerintah resmi akan meminta bantuan
kepada IMF. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya ialah mengembalikan
kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi
Indonesia. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi
sektor finansial (Fischer 1998b). Kemudian antara Indonesia dan IMF membuat
nota kesepakatan, terdiri atas 50 butir kebijakan mencakup ekonomi makro
(fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi
struktural, yang ditandatangani bersama.
Butir-butir dalam kebijakan fiskal meliputi, tetap
menggunakan prinsip anggaran berimbang, usaha-usaha untuk mengurangi
pengeluaran, seperti menghilangkan subsidi BBM dan listrik serta membatalkan
sejumlah proyek infrastruktur besar, dan yang terakhir meningkatkan pendapatan
pemerintah dengan penangguhan PPN dan fasilitas pajak serta bea cukai,
mengenakan pajak tambahan terhadap bensin, memperbaiki audit PPN dan
memperbanyak objek pajak.
Namun kesepakatan itu gagal, karena syarat-syarat dari IMF
dirasa berat oleh Indonesia. Maka dari itu dilakukanlah negosiasi dan
dihasilkan kesepakatan yang ditandatangani 15 Januari 1998. Pokok-pokok dari
program IMF itu antara lain, kebijakan makro ekonomi yang terdiri dari
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta nilai tukar, kemudian
restrukturisasi sektor keuangan yang terdiri dari program restrukturisasi bank
dan memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan, dan yang terakhir
adalah reformasi structural yang terdiri dari perdagangan luar negeri dan
investasi, deregulasi dan swastanisasi, social safety net dan lingkungan hidup.
Pelaksanaan kesepakatan kedua ini kembali menghadapi bebagai
hambatan, kemudian diadakan negosiasi ulang yang menghasilkan Supplementary
Memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7
appendix dan satu matriks. Strategi yang akan dilaksanakan adalah menstabilkan
rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia, memperkuat
dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan, memperkuat implementasi
reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing,
menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta, dan yang
terakhir adalah mengembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang
normal, sehingga ekspor bangkit kembali.
Sedangkan ke tujuh appendix itu antara lain, kebijakan
moneter dan suku bunga, pembangunan sektor perbankan, bantua anggaran
pemerintah untuk golongan lemah, reformasi BUMN dan swastanisasi, reformasi
structural, restrukturisasi utang swasta, dan hukum kebangkrutan dan reformasi
yuridis.
VIII.
Kondisi Perekonomian Semasa Pemerintahan SBY
Kondisi
perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009. Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh
krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian
Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi
global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi
pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan
mampu bertahan.
Sementara
itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan
tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun
setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu,
SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.
Salah satu penyebab
utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah
yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.
Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah
besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta
identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di
Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Pada
pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan
langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Bank
Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6
persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian
prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
Tingkat pertumbuhan
ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik
dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto
(1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja
Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja
pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era
Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka
yang mendekati target 6,6%
Kebijakan menaikkan
harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada
situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus
menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena
lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong
tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat
inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per
Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya
transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun
naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai
pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005
sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi
17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY)
yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun
2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.
Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)
Harga
|
2004
|
2009
|
Catatan
|
Minyak Mentah Dunia / barel
|
~ USD 40
|
~ USD 45
|
Harga hampir sama
|
Premium
|
Rp 1810
|
Rp 4500
|
Naik 249%
|
Minyak Solar
|
Rp 1890
|
Rp 4500
|
Naik 238%
|
Minyak Tanah
|
Rp 700
|
Rp 2500
|
Naik 370%
|
Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah
USD 50 per barel, namun harga jual premium yang masih Rp 4500 per liter
(sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa dalam
kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya
kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para
nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah.
Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1
triluin dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah
sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah
selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis
(dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi
pemerintah.
Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk
merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK selama 4 tahun belum
mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas
6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan pertumbuhan
rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini
menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak
ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang ekonomi.
Pertumbuhan
|
Janji
Target
|
Realisasi
|
Keterangan
|
2004
|
ND
|
5.1%
|
|
2005
|
5.6%
|
Tercapai
|
|
2006
|
6.1%
|
5.5%
|
Tidak tercapai
|
2007
|
6.7%
|
6.3%
|
Tidak tercapai
|
2008
|
7.2%
|
Tidak tercapai
|
|
2009
|
7.6%
|
~5.0%
|
Tidak tercapai *
|
Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)
Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun,
pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro ekonomi jika tingkat inflasi
dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4 tahun 2
kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.
Tingkat
Inflasi
|
Janji
Target
|
Fakta
|
Catatan
Pencapaian
|
2004
|
6.4%
|
||
2005
|
7.0%
|
17.1%
|
Gagal
|
2006
|
5.5%
|
6.6%
|
Gagal
|
2007
|
5.0%
|
6.6%
|
Gagal
|
2008
|
4.0%
|
11.0%
|
Gagal
|
Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus
mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan
janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni rata-rata mengalami
inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang terjadi adalah harga
barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama periode
2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target semula.
Jumlah
Penduduk Miskin
Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran
dengan target berkurangnya persentase penduduk tergolong miskin
dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2
persen pada tahun 2009 dan berkurangnya pengangguran
terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1
persen pada tahun 2009.
Penduduk
Miskin
|
Jumlah
|
Persentase
|
Catatan
|
2004
|
36.1
juta
|
16.6%
|
|
2005
|
35.1
juta
|
16.0%
|
Februari
2005
|
2006
|
39.3
juta
|
17.8%
|
Maret
2006
|
2007
|
37.2
juta
|
16.6%
|
Maret
2007
|
2008
|
35.0
juta
|
15.4%
|
Maret
2008
|
2009
|
8.2%
????
|
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat,
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam
jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar sepanjang
sejarah RI.
Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai
Januari 2009 meningkat 31 persen dalam lima tahun terakhir. Posisi utang pada
Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi utang Januari 2009
sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004,
utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per
kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala. Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim
anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada
tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto.
Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen
dari PDB.
Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang
menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebijakan dalam bidang pendidikan
diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa diantaranya adalah meningkatkan
anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN. Meneruskan dan
mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada
periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan
bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta
penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang
proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari
APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk
pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan
pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan
penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan
membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur,
dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras. Meneruskan perbaikan kualitas guru,
dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa,
mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas
intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.
Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu,
juga akan ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk
program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran
yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.
Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya
perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti.Memperluas
penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung
kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. Mendorong partisipasi masyarakat
(terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini
dan kedepan.
Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan
kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah
yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan
Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah
tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
B. Keberhasilan SBY selama memerintah
pada bidang Ekonomi
- Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta Convention Center, Senin (10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mantap memaparkan 10 capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.
- Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang semakin kuat pada 2010. Hal ini, antara lain, tercermin dengan indeks harga saham gabungan Indonesia yang terus membaik, daya saing Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan cadangan devisa yang terus membaik.
- Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia memberikan penilaian pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang pendidikan, kesehatan, dan peningkatan penghasilan penduduk kita.
- Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin berkembang. Check and balances antara pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga prinsipnya berjalan dengan lancar.
- Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu pula dengan pemberantasan terorisme dan narkoba.
- Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat dalam skala kecil
- Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan birokrasi dan iklim investasi serta pelayanan publik di banyak daerah mengalami kemajuan.
- Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun tetap rawan dengan gejolak perekonomian Indonesia. Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan memiliki rencana darurat. “Meskipun, dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan pengangguran, tetapi tetap rawan terhadap gejolak perekonomian dunia. Jangan terlambat kita mengantisipasinya, jangan kita tidak punya rencana kontigensi, dan jangan pula kita tidak cekatan memecahkan masalah bilamana dampak dari krisis global itu terjadi,” kata Presiden.
- Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah, seperti income perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS. Cadangan devisa dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS. Kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46 perssen. Pendapatan domestik bruto kita meningkat dan Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.
- Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran 2010 diprediksi turun menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu. Penurunan tersebut seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.
- Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin nyata peran kita, baik dalam mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan perdamaian dunia. “Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja sama mengatasi perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan juga di situs resmi Presiden SBY (presidensby.info)
Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini
sudah menunjukkan perbaikan. Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 11,90
juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96 juta (7,87 persen) pada 2009.
Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-2009 tumbuh sebesar
rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang. Menurutnya,
bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari
kondisi perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan di atas 6 persen pada
periode 2007-2008. Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat sensitivitas
yang berbeda dalam hal serapan tenaga kerja. Disebutkan, antara periode
2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas yang paling
tinggi.
Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan
kesempatan kerja yang besar adalah dari sektor industri. Karena 60,0 persen
tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal. Perkembangan sektor
pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik. Misalnya, pada 2005
pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa 17,8
juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami perubahan pada sektor pertanian
sebesar 3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. “Saya cukup
optimistis tahun ini kita bisa mencapai target pengurangan jumlah pengangguran
menjadi 7,6 persen,” katanya.
C. Penyebab Keberhasilan Presiden SBY
Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus
pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang
terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap
persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun
apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan perencanaan
pemerintahan SBY.
IX.
Krisis Ekonomi Masa Pemerintahan Joko Widodo
Demonstrasi dan protes meruak ke arah Jokowi, sebagian besar
pendemo malah mendesaknya pulang ke Solo karena gagal dan memalukan warga
Solo. Indonesia dibayangi krisis ekonomi warisan eras SBY ,dan
suasananya mirip menjelang krisis moneter 1997, utang swasta saat ini
kebanyakan berjangka pendek dan tanpa lindung-nilai. Banyak pula dari utang
tersebut dipakai membiayai proyek jangka panjang. Para oligarki kelilingi
Jokowi. Sampai menjelang krismon 1997, kinerja lembaga-lembaga keuangan
Indonesia sangat kinclong. Asetnya melejit sangat cepat, demikian pula
keuntungannya. Para konglomerat pemilik bank pun tampak sangat percaya diri
dalam melakukan ekspansi bisnis di segala sektor.
Ketika itu Indonesia seolah tinggal
selangkah menjadi negara makmur. Tapi semua itu mulai berantakan pada Agustus
1997, ketika rupiah mulai terjun bebas terhadap dollar AS. Kredit macet dan
harga-harga barang langsung melambung. Rakyat pun mengamuk. Demikian hebatnya
amuk rakyat ketika itu, tentara yang biasanya sangat ampuh menghadapi kerusuhan
tak berdaya. Akhirnya, ketika kobaran api dan kematian makin merebak di
berbagai kota, Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.
Mirip menjelang Krismon 1997, data BI sampai awal 2015
menunjukkan utang luar negeri swasta lebih besar ketimbang pemerintah, yaitu
US$ 192 miliar berbanding US$ 136 miliar. Sama seperti dulu, kebanyakan utang
swasta, menurut data BI sekarang, bersifat jangka pendek dan tanpa
lindung-nilai.Celakanya, tak sedikit dari utang Valas tersebut dipakai untuk
membiayai proyek-proyek berjangka menengah atau panjang. Lebih mengkhawatirkan
lagi, hasil dari proyek-proyek tersebut berbentuk rupiah. Salah satu paling berisiko
adalah proyek-properti yang belakangan ini menjamur dimana-mana. Hal ini tampak
kasatmata dari pembangunan perumahan, mal, superblock, dan sebagainya.Maka,
seperti 1997, bila nanti rupiah jeblok berkelanjutan, kredit macet bakal
melesat dan banyak proyek berhenti di tengah jalan. PHK massal pun tak
terelakkan! Bisa dipastikan, lembaga-lembaga akan mengalami kerugian besar
bahkan bisa bangkrut lantaran tak sanggup menanggung kredit macet. Dan
pemerintah pun dihadapkan pada dua pilihan: mengambil langkah penyelamatan
dengan menalangi kredit macet para kreditor, atau membiarkan kebangkrutan
terjadi. Sejak kasus Bank Century, kedua pilihan mengandung resiko berat.
Seperti kasus Bank Century, menyelamatkan bisa membuat para pengambil keputusan
menjadi bulan-bulanan para politisi, bahkan bisa masuk penjara. Bila memilih
keputusan kedua, pada titik ekstrim, dunia keuangan bisa mengalami kebangkrutan
massal atau jatuh sepenuhnya ke tangan asing.
Berdasarkan kasus Bank Century
itulah, Ketua umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit
Pramono, telah berulang kali mengingatkan bahwa UU Jaring Pengaman Sistem
Keuangan (JPSK) harus segera dibuat. Tanpa JPSK, menurut Sigit, ketika terjadi
krisis keuangan tak ada pejabat yang berani mengambil keputusan karena takut
diadili secara politis dan pidana.
Sigit berharap agar UU JPSK mengatur tentang definisi
krisis, siapa yang berhak menentukan telah terjadi krisis, dan apa yang bisa
dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi Sigit tentu juga harus
realistis bahwa sekarang ini segala sesuatu bisa dijungkirbalikkan, termasuk
pasal-pasal hukum yang tersurat. Kini secara umum lembaga keuangan, baik bank
maupun yang non-bank, masih dalam kondisi sehat. Hanya saja, sejumlah isyarat
bahaya sudah bermunculan. Salah satunyanya adalah anjloknya laba bank-bank
swasta papan atas pada 2014. Laba perbankan swasta dalam Top 10 bank terbesar
di Indonesia, tahun lalu turun 7,06% dari Rp 28,12 triliun menjadi Rp 26,13
triliun.
Hanya dua bank swasta yang tahun lalu mengalami kenaikan
laba, yaitu BCA dengan perolehan Rp 16,49 triliun atau naik 15,7% dari Rp 14,25
triliun; dan Bank Panin dengan pertumbuhan laba 4,42% dari Rp 2,26 triliun
menjadi Rp 2,36 triliun. Bank swasta lainnya, yaitu CIMB Niaga labanya anjlok
59,13% menjadi Rp 2,34 triliun di akhir 2014; Bank Danamon rontok 36% menjadi
Rp 2,6 triliun; BII ambles 65% menjadi Rp 752 miliar; dan Bank Permata turun
8,77% menjadi Rp 1,59 triliun.
Dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia itu, bank-Bank BUMN
memang masih mencetak pertumbuhan laba. Total laba yang dibukukan Mandiri, BRI,
BNI dan BTN tahun lalu naik 12,07% menjadi Rp 56 triliun. Dengan rincian, laba
BRI naik 14,35% menjadi Rp 24,2 triliun, Mandiri naik 9,34% menjadi Rp 19,9
triliun, BNI naik 19,1% menjadi Rp 10,78 triliun. Satu-satunya bank milik
pemerintah yang membukukan penurunan laba adalah BTN , yaitu dari 1,56 triliun
menjadi 1,12 triliun atau turun 28,59%. Sementara itu merosotnya harga
komoditas seperti minyak sawit, batubara dan minyak telah mendorong OJK untuk
mengingatkan para bankir agar waspada terhadap bahaya kredit macet. Dengan
alasan, rontoknya harga komoditas-komoditas tersebut berdampak luas terhadap
perekonomian nasional. Ini karena minyak kelapa sawit dan batubara adalah
komoditas unggulan Indonesia, dan minyak masih merupakan sumber penghasilan
penting bagi pemerintah.
OJK tak menginginkan apa yang terjadi pada Kredit Usaha
Rakyat (KUR) merembet ke yang lain. Kemacetan KUR tahun lalu mencapai 4,2%,
padahal batas toleransi kredit macet adalah 5%. Kenyataan ini membuat
pemerintah memangkas KUR sebanyak 30% menjadi Rp 20 trilliun pada tahun ini.
Agar tak kecolongan lagi, pemerintah juga tak lagi menggunakan BPD sebagai penyalur
KUR. Sekarang hanya BRI, BNI, dan Mandiri yang diberi kepercayaan menyalurkan
KUR .
Selain kerugian yang dialami Bank terjadi juga penurunan
nilai mata uang rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
sempat menembus Rp 13.000/US$. Ini merupakan titik terlemah sejak 17 tahun
terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis moneter/krismon).
Mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga sejumlah
menteri menyatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal. Terutama
karena mulai menguatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), setelah dilanda
krisis hebat pada 2008 lalu.Kondisi ini membuat dolar AS yang menyebar di
negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya rupiah, tapi
banyak mata uang di duna yang juga melemah terhadap dolar.Namun analis asing
punya pendapat lain soal pelemahan rupiah yang terjadi.
Berikut
rangkumannya seperti dikutip:
1.Akibat Pernyataan Gubernur Bank
Indonesia (BI)
Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ mengatakan, pelemahan
rupiah tidak lepas dari pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus
Martowardojo beberapa waktu lalu. Agus sempat menyebut, bahwa tahun ini
sepertinya inflasi Indonesia terkendali. Bahkan bukan tidak mungkin. inflasi
sepanjang 2014 hanya berada di kisaran 4%.Pasar mengartikan ini sebagai sinyal,
bahwa BI akan mulai mengendurkan kebijakan moneter. Salah satunya adalah
peluang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.Ketika suku bunga semakin
rendah, maka investasi di Indonesia sudah kurang menggiurkan. Akibatnya terjadi
arus modal keluar (capital outflow) yang membuat rupiah melemah.“Sepertinya
bank sentral mengizinkan rupiah melemah. Ini memicu lebih banyak arus modal
keluar,” tutur Goh seperti dikutip dari CNBC.Pada 17 Februari 2015, kala BI
memangkas BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, rupiah melemah sampai 0,56%.
2. Pudarnya Jokowi Effect
Ada faktor lain yang menyebabkan rupiah cenderung melemah.
Pelaku pasar saat ini sudah mulai rasional, dan sepertinya euforia terpilihnya
Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, atau sering disebut Jokowi Effect, sudah
memudar. “Euforia atas kemenangan Presiden Joko Widodo tidak bertahan lama,”
ujar Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Pasca pemilihan presiden (pilpres)
9 Juli 2014, pasar keuangan Indonesia menikmati ‘guyuran’ arus modal masuk
(capital inflow). Rupiah pun menguat hingga nyaris 5% selama periode 25 Juni
hingga 23 Juli. Setelah itu, rupiah cenderung melemah karena euforia Jokowi
Effect sudah terkikis. Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi,
misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk
Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata
Goh.
3.
Dolar Bisa Menyentuh Rp 13.250
Fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya
defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto
(PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Khoon Goh, Senior
FX Strategy dari ANZ. Tidak hanya dari dalam negeri, rupiah juga tertekan
faktor eksternal karena dolar AS begitu ‘perkasa’ terhadap mata uang dunia. Ini
ditunjukkan dengan Dollar Index (perbandingan dolar AS dengan mata uang utama
dunia) yang mencapai titik tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Oleh karena itu,
Goh memperkirakan rupiah masih bisa melemah lagi. Dia menilai pada akhir tahun
rupiah akan berada di posisi Rp 13.250/US$
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Krisis
Moneter yang dialami Indonesia pada pertengahan tahun 1997 sampai
akhir tahun1998 yang berdampak pada lemahnya perekonomian Indonesia.
Faktor utama penyebab krisis monter ini adalah turunnya nilai tukar rupiah
atas dollar AS. Faktor lain yang menjadi pemicunya adalah tingkat utang
perusahaan swasta yang tinggi dan sudah mulai jatuh tempo pada tahun-tahun
tersebut, hal ini diperparah dengan berbagai musibahnasional yang terjadi
seperti Krisis Monter yang membawa dampak besar bagi seluruhsegi kehidupan
Indonesia yaitu :
a)
Segi Ekonomi :
Inflasi tinggi
Banyaknya perusahaan yang tutup
akibat utang luar negeri merekayang membengkak
Pengangguran tinggi
Rendahnya tingkat investasi dan
tabungan masyarakat
b) Segi Sosial Politik
Banyak kerusuhan dimana-mana akibat
rasa ketidakpercayaanmasyarakat terhadap kepemimpinan presiden
Turunnya Soeharto sebagai presiden
Banyak rakyat miskin
Dampak dari Krisis Moneter tersebut salah satunya adalah
tingkat inflasi yangtinggi dan pengangguran yang tinggi pula. Kedua hal
tersebut bila dihubungkan menurutilmu makro ekonomi tidak cocok. Karena
tingginya tingkat inflasi berhubungan negativedengan tingkat pengangguran.
Semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin turun tingkat pengangguran
tersebut. Bila dikaji lebih lanjut hal tersebut tidak bisa dijadikan
sebagaikonsep utama. Jadi, hubungan antara keduanya bergantung pada faktor penyebab
terjadinya tingkat inflasi dan pengangguran tersebut.
Kondisi perekonomian Indonesia
pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global
yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. Terbukti, perekonomian Indonesia mampu
bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di
zona Eropa.
Sedangkan pada masa pemerintahan
Jokowi, Indonesia banyak memiliki permasalahan ekonomi, seperti kasus Bank
Century dan Dollar yang mencapai Rp.13.250. Akibatnya, semua harga mengalami
kenaikan.
Referensi:
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Mia.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 JUTA) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com dan miss Sety yang saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia dia juga mendapat pinjaman dari Ibu Cynthia baru Anda juga dapat menghubungi dia melalui email nya: arissetymin@gmail.com Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.
Syukur kepada Allah yang maha kuasa untuk memberi saya kesempatan ini untuk berbagi kesaksian saya, saya Mrs. Indriaty Manirjo, yang Anda cari pinjaman? Saya ingin membawa ini ke semua pemberitahuan pinjaman untuk berhati-hati, karena begitu banyak perusahaan pinjaman palsu di internet. Saya telah menjadi korban dari sebuah perusahaan pinjaman palsu 4, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman palsu yang saya kemudian mengetahui mereka adalah scam. Pada proses yang saya ditangkap oleh orang-orang yang saya berhutang kepada karena saya tidak bisa bertemu untuk kali saya berjanji untuk membayar dan saya ditangkap. Aku baru saja keluar dari penjara, ketika saya bertemu dengan seorang teman yang intoroduce saya untuk pemberi pinjaman kredit karena dia meyakinkan saya bahwa dia mendapat yang pinjaman dari dia yang MAGRETSPENCERLOANCOMPANY, jadi saya tidak punya pilihan untuk memberikan cobaan karena saya harus bertemu dengan standar hidup dan membayar utang saya dan memulai bisnis baru. Jadi saya mendapat pinjaman saya dari MAGRETSPENCERLOANCOMPANY tanpa stres, itulah alasan saya memutuskan untuk membagikan kesaksian saya kepada orang-orang yang membutuhkan pinjaman, sehingga mereka tidak akan jatuh di tangan pemberi pinjaman kredit palsu. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak MAGRETSPENCERLOANCOMPANY. menghubungi mereka melalui email:. magretspencerloancompany@gmail.com,.
BalasHapusAnda masih bisa menghubungi saya melalui email saya untuk informasi lebih lanjut tentang indriatymanirjo010@gmail.com. Tuhan membantu Anda dan sangat berhati-hati.
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.