Selasa, 29 September 2015

Ekonomi Koperasi


Sejarah Perkoperasian di  Indonesia

Pada tanggal 16 Desember 1895, Raden Aria Wiraatmadja, Patih Purwokerto, mendirikan De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der Irlansdche (Bank Bantuan dan Simpanan Purwokerto), atau lebih di kenal dengan sebutan Bank Priyayi Purwokerto. Bank ini didirikan untuk membantu pegawai pemerintah (priyayi) terlepas dari jeratan lintah darat.

Muhammad Hatta berpendapat, bahwa Bank Priyayi Purwokerto bukan merupakan bank koperasi. Meskipun demikian, pendirian bank tersebut telah menggerakkan hati Asisten Residen De Wolff Van Westerrode  untuk mengembangkan koperasi-koperasi kredit di kalangan petani di Seluruh Karesidenan Banyumas. De Wolff Van Westerrode ingin mengembangkan koperasi kredit model Raiffeisen seperti yang pernah dilihatnya di Jerman. Tetapi upaya untuk mengembangkan koperasi model Raiffeisen ini tidak terlaksana. Menurut Ir. Ibnoe Soedjono kegagalan ini disebabkan karena adanya kesenjangan kultural (cultural gap) antara lingkungan ekonomi modern (tempat lahir koperasi Raiffeisen) dan lingkungan ekonomi tradisional (di Jawa dengan sistem gotong-royong yang sifatnya sosial). De Wolff Van Westerrode kemudian melakukan reorganisasi dengan mengubah nama bank yang didirikan Raden Arya Wiraatmadja itu menjadi Purwokertosche Hulp Spaar en Landbouwercredit Bank (Bank Bantuan dan Simpanan serta Kredit Petani Purwokerto). Bersamaan dengan perluasan bank itu, di seluruh Karesidenan Banyumas didirikan 250 lumbung desa yang bertugas memberikan kredit dalam bentuk padi.

Berdirinya Bank Priyayi Purwokerto mendorong pemerintah untuk mendirikan Volkscredit Bank (Bank Kredit Rakyat) di seluruh Jawa dan Madura. Pada tahun 1934, semua Volkscredit Bank disatukan menjadi Algemeene Volkscredit Bank yang memiliki cabang di seluruh Indonesia. Volkscredit Bank inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Pengembangan cita-cita koperasi di kalangan masyarakat Indonesia dimulai pada tahun 1908 oleh Budi Utomo. Berdasarkan pemikiran bahwa rakyat yang lemah ekonominya tidak akan bisa membentuk negara yang kuat, maka organisasi gerakan nasional menganjurkan pembentukan koperasi di kalangan rakyat atau membentuk sendiri koperasi-koperasi. Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam (kemudian menjadi Serikat Islam) membentuk koperasi-koperasi rumah tangga atau toko koperasi (koperasi konsumen) yang disebut “toko andeel”. Tetapi karena pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola koperasi konsumen masih sangat kurang, maka koperasi-koperasi tersebut tidak bertahan lama.

Melihat perkembangan koperasi yang semakin memasyarakat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengeluarkan peraturan perundangan yang mengatur kehidupan perkoperasian. Belanda mengeluarkan UU No. 431 Tahun 1915 yang isinya antara lain: harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi, sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa, harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral, dan proposal pengajuan harus berbahasa Belanda. Peraturan-peraturan tersebut dirasakan sangat rumit dan mahal bagi rakyat Indonesia. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Koperasi yang terdiri dari 7 orang Belanda dan 3 orang Indonesia. Komisi ini bertujuan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan bagi koperasi di Indonesia. Atas rekomendasi Komisi Koperasi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1927. Undang-undang baru ini jauh lebih ringan dibanding UU No. 431 Tahun 1915, antara lain: hanya membayar 3 gulden untuk meterai, sistem usaha sesuai dengan hukum dagang masing-masing daerah, perizinan bisa diperoleh di daerah setempat, dan proposal pengajuan bisa menggunakan bahasa daerah.

Pada tahun 1927, dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studieclub yang menghimpun segolongan kecil kaum intelektual yang antara lain mempelajari masalah perkoperasian.

Pada tahun 1929, Partai Nasional Indonesia menyelenggarakan Konggres Koperasi di Jakarta. Konggres ini membangkitkan kembali semangat berkoperasi masyarakat indonesia dan mendorong berdirinya banyak koperasi di Jawa. Kebangkitan koperasi ini mencapai puncaknya pada tahun 1932, setelah itu koperasi mengalami kemunduran. Hal ini menunjukkan dasar-dasar yang dimiliki koperasi-koperasi tersebut masih lemah.

Pada tahun 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1933 yang mirip UU No. 431 Tahun 1915. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka di Hindia Belanda berlaku dua peraturan, yaitu: UU No. 21 Tahun 1933 dan UU No. 91 Tahun 1927.

Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri dibuka kembali dengan nama Syomin Kumiai Tyo Dyimusyo, sedangkan kantor-kantor di daerah menjadi Syomin Kumiai Tyo Sandansyo. Pemerintah Militer Jepang masih memakai UU No. 91 Tahun 1927 tentang perkoperasian dan mengeluarkan UU No. 23 yang mengatur tata cara pendirian perkumpulan dan penyelenggaraan persidangan, antara lain disebutkan bahwa untuk mendirikan perkumpulan, termasuk koperasi harus mendapat izin Shuchokan (setara dengan Residen).

Pada tanggal 1 Agustus 1944 pemerintah Jepang mendirikan Kantor Perekonomian Rakyat. Dengan berdirinya kantor ini, maka Jawatan Koperasi menjadi bagian dari Kantor Perekonomian Rakyat yang diberi nama Kumiai. Kumiai bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan koperasi. Kumiai oleh pemerintah Jepang digunakan untuk membagikan barang-barang kepada rakyat, dan untuk mengumpulkan hasil bumi untuk keperluan perang tentara Jepang.

Pada tahun 1945, dengan lahirnya kemerdekaan Republik Indonesia, maka semangat koperasi bangkit kembali. Ada dua penggaruh yang tampak menggebu dalam menggerakkan koperasi, yaitu semangat mendirikan koperasi secara besar-besaran untuk mencari keuntungan tanpa mengindahkan dasar-dasar koperasi yang benar, dan pengaruh jiwa kumiai yang menghendaki terbentuknya koperasi distribusi.

Pada tanggal 11-14 Juli 1947, orang-orang yang menghendaki tumbuh dan berkembangnya koperasi-koperasi dengan dasar-dasar yang murni kemudian menyelenggarakan Konggres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya. Dalam Konggres Koperasi Indonesia I ini dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang di kemudian hari menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN). Keputusan-keputusan lain yang diambil adalah menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi dan mengukuhkan gotong-royong sebagai azas koperasi.

Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI mempunyai peranan besar dalam menggerakkan dan mengembangkan koperasi di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam Konggres Besar Koperasi seluruh Indonesia II di Bandung tahun 1953, Muhammad Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Sejak itu gerakan koperasi mengalami konsolidasi dalam arti ideologis maupun organisasi. Apalagi setelah menjadi anggota Internasional Cooperative Alliance (ICA) pada tahun 1956.

Perkembangan Undang-undang Perkoperasian Setelah Kemerdekaan

Pada tahun1949 pemerintah Indonesia mengganti UU No.91 Tahun 1927 dengan UU No. 179 Tahun 1949 yang pada hakekatnya adalah penterjemahan UU No. 21 Tahun 1927. Pada tahun 1958 pemerintah mengeluarkan UU No. 79 Tahun 1958 dan mencabut UU No. 179 Tahun 1949. UU No. 79 ini adalah undang-undang yang dibuat berdasarkan UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33).

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 Tahun 1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 Tahun 1958 dengan haluan pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin. Pada tahun 1965 pemerintah mengganti PP No. 60 Tahun 1959 dengan UU No. 14 Tahun 1965. Undang-undang baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep pemikiran komunisme. Hal ini tampak dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong-royong berporos NASAKOM. UU No. 14 Tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena setelah itu terjadi peristiwa G-30 S/PKI dan lahirnya Orde Baru.

Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa undang-undang, karena pengganti undang-undang yang lama belum ada, maka pada tahun 1967 pemerintah mengeluarkan UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 Tahun 1967 karena dianggap sudah tidak relevan lagi dan mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Undang-undang ini kemudian berlaku sampai sekarang.

Pengertian Koperasi dari Beberapa Tokoh atau Lembaga

Ø  Definisi Koperasi menurut ILO
Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam koperasi, yaitu :
         Koperasi adalah perkumpulan orang-orang·
         Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan·
         Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai·
         Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis·
         Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan·
         Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang·

Ø  Definisi Koperasi menurut Chaniago
Drs. Arifinal Chaniago (1984) dalam bukunya Perkoperasian Indonesia memberikan definisi, “ Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya”.

Ø  Definisi Koperasi menurut Dooren
Menurut P.J.V. Dooren tidak ada satu definisi koperasi yang diterima secara umum. Disini Dooren memperluas pengertian koperasi, dimana koperasi tidak hanya kumpulan orang-orang melainkan juga kumpulan badan-badan hukum.

Ø  Definisi Koperasi menurut Hatta
Definisi koperasi menurut “Bapak Koperasi Indonesia” Moh. Hatta adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.

Ø  Definisi Koperasi menurut Munkner
Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong – menolong yang menjalankan “urusniaga” secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong – menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata – mata bertujuan ekonomi, bukan social seperti yang dikandung gotong – royong.

Ø  Definisi UU Koperasi No.25 / 1992
Koperasi adalaah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas azas kekeluargaan.
5 unsur koperasi Indonesia
  • Koperasi adalah badan usaha
  • Koperasi adalah kumpulan orang – orang atau badan hukum koperasi
  • Koperasi Indonesia , koperasi yang bekerja berdasarkan prinsip – prinsip koperasi
  • Koperasi Indonesia adalah gerakan ekonomi rakyat
  • Koperasi Indonesia berazaskan kekeluargaan

Ø  Definisi Koperasi menurut Fay
Koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan dari sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.

Ø  Definisi Koperasi menurut Margaret Digby
koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan”

Ø  Definisi Koperasi menurut Prof. R.S. Soeriaatmadja
Koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nir laba atau dasar biaya

Ø  Definisi Koperasi menurut Said Hamid Hasan

Koperasi adalah Kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.

Konsep koperasi dibagi menjadi 3, yaitu:
  • konsep koperasi barat
  • konsep koperasi sosialis
  • konsep koperasi negara berkembang

Konsep Koperasi 
  1. konsep koperasi barat
koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan dan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperaasi.

Unsur-unsur positif konsep koperasi barat :
  • keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerja sama antar sesama anggota, dengan saling membantu dan saling menguntungkan
  • setiap individu dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung resiko bersama
  • haasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati
  • keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukan sebagai cadangan koperasi 
Dampak langsung koperasi terhdan dikendalikan oleh adap anggotanya :
  • promosi kegiatan ekonomi anggotanya
  • pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertidak sebagai wirausahawan dan bekerja sama antar koperasi secara horizontal dan vertikal 
Dampak tidak langsung koperasi terhadap anggotanya :
  • pengembangan kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan
  • mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil
  • memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dengan pemberian harga yang wajar antar produsen dengan pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama kepada koperasi dan perusahaan kecil
     2.   Konsep Koperasi Sosialis
 
koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan sosial.
Menurut konsep ini koperasi tidak bekerja sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis

    3.    Konsep koperasi negara berkembang
  •  koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya
  • perbedaan dengan konsep sosialis, pada konsep sosialis, tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif sedangkan konsep koperasi negara berkembang, tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi.

referensi :
http://bambangpudjiyanto.com/article/30080/sejarah-perkoperasian-di-indonesia.html