Hak cipta
adalah hak eksklusif Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau
informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin
suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut
untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula,
hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai
jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut
dapat mencakup
puisi,
drama,
serta
karya tulis
lainnya,
film,
karya-karya
koreografis (
tari,
balet, dan sebagainya),
komposisi musik,
rekaman suara,
lukisan,
gambar,
patung,
foto,
perangkat
lunak komputer,
siaran radio dan
televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu)
desain
industri.
Hak cipta merupakan salah satu
jenis
hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari
hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak
monopoli
atas penggunaan
invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak
cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu
dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin
terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta
yang berkaitan dengan tokoh
kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak
menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh
tikus tertentu ciptaan
Walt Disney tersebut, namun tidak melarang
penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Hak Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun
2001, pasal. 1, ayat. 1)
Sementara
itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga
menurut undang-undang tersebut, adalah):
- Invensi adalah ide Inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
- Inventor adalah seorang yang
secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001,
ps. 1, ay. 3)
Hak
Pemegang Paten
Pemegang
paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
- dalam
hal paten produk (paten sederhana): membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau
disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
- dalam
hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk
membuat barang dan tindakan lainnya.
Hak Merek
Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun
2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
- Merek
Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang
sejenis.
- Merek
Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa
sejenis.
- Merek
Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan
oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif
yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum
merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
1. Fungsi Merek
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau
pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang
lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
- Fungsi
pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain
- Fungsi
jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara
pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan
produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk
tersebut.
- Fungsi
promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan
dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan,
sekaligus untuk menguasai pasar.
- Fungsi
rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan
konsumen. Dari segi produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil
produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian pemakaiannya, dari pihak
pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari
dan meluaskan pasaran, dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan
pilihan barang yang akan dibeli.
Sedangkan,
Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas.
Pengertian
Desain Produk
Desain
Produk adalah sebagai alat manajemen untuk menterjemahkan hasil kegiatan
penelitian dan pengembangan yang dilakukan sebelum menjadi rangcangan yang nyata
yang akan diproduksi dan dijual dengan menghasilkan laba.
Salah
satu fungsi manajemen terpenting dalam semua organisasi adalah menjamin bahwa
masukan – masukan berbagai sumber daya organisasi menghasilkan produk – produk
atau jasa yang dirancang secara tepat atau menghasilkan keluaran – keluaran
yang dapat memuaskan keinginan para pelanggan.
Untuk
menghasilkan keluaran – keluaran yang tepat guna dan sesuai dengan keinginan
pelanggan maka perlu adanya desain produk. Ada pun beberapa pengertian tentang desain
produk menurut para ahli.
Sebelum
menerangkan tentang pengertian desain produk, maka produk pun memiliki
pengertian sendiri sebagaimana dikemukakan oleh W.J. Stanton ( 1981 ; 192 ),
dimana :
“
A product is a set of tangible and intangible attributes, including, packaging,
color, price, manufakture prestige, retailer prestige, and manufacture and
retailer service, which the buyer may accept as offering want – satisfaction ”
Yang
telah diterjemahkan oleh DR. Buchori Alma dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan
pemasaran jasa, yaitu :
“
Yang dikatakan produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak
berwujud, termasuk didalamnya masalah warna, harga nama baik perusahaan, nama
baik toko yang menjual, dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang
diterima pembeli guna memuaskan keinginannya.”
Pengertian
desain dikemukakan pula oleh W.J. Syanton yang diterjemahkan oleh Y. Lamarto,
yaitu :
“
Desain adalah ragam khusus dari sebuah bentuk atau penampilan dalam seni,
produk atau ikhtiar.”
Setiap
perusahaan yang didirikan tentunya disertai harapan bahwa kelak dikemudian hari
usahanya akan mengalami perkembangan dan kemajuan dengan pesat,memperoleh
keuntungan yang maksimal.Bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri yang
membuat dan menjual produk-produk kebutuhan konsumen.untuk itu perusahaan
selalu menyesuaikan product design dengan selera dan keinginan konsumen.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Bagas Prastyowibowo (1999:5),menyatakan bahwa :
“
Desain produk salah satu unsur memajukan industri agar hasil industri produk
tersebut dapat diterima oleh masyarakat, karena produk yang mereka dapatkan
mempunyai kualitas baik,harga terjangkau,desain yang menarik,mendapatkan
jaminan dan sebagainya. ”
Begitu
pun pendapat Yus R Hadjadinata (1995:18) menyatakan bahwa:
“
Product design berhubungan dengan bentuk dan fungsi.Design mengenai bentuk
berhubungan dengan perencanaan dan penampilan dari product tersebut.Sedangkan
desain mengenai fungsi berhubungan dengan bagaimana product tersebut dapat di
gunakan. ”
Ada
pun pengertian dari desain produk itu dikemukan oleh Suyadi Prawirosentono
dalam bukunya Manajemen Produksi ( 1996 ; 1 ) :
“
Product design adalah rancang bangun dari suatu produk ( barang ) yang akan
diproduksi.”
Franklin
G Moore dan Thomas E Hederick dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi (
1999 : 121 ), mengatakan :
“
Desain produk merupakan hal yang paling penting, karena kesempatan yang
dimiliki produk baru sering menakjubkan. Dimana pada suatu waktu, produk baru
dapat menaikan dua kali atau tiga kali omset suatu organisasi “
Maksud dan Tujuan Desain Produk
Berdasarkan
beberapa pengertian Desain Produk tersebut diatas ternyata bahwa Produk Desain
mempunyai maksud dan tujuan untuk membantu perusahaan dalam menciptakan dan mengembangkan
produk baru atau untuk menjamin hasil produki yang sesuai dengan keinginan
pelanggan disatu pihak serta dipihak lain untuk menyesuaikan dengan kemampuan
perusahaan.
Maksud
dari Desain Produk, antara lain :
- Untuk
menghindari kegagalan – kegagalan yang mungkin terjadi dalam pembuatan
suatu produk.
- Untuk
memilih metode yang paling baik dan ekonomis dalam pembuatan produk.
- Untuk
menentukan standarisasi atau spesifikasi produk yang dibuat.
- Untuk
menghitung biaya dan menentukan harga produk yang dibuat.
- Untuk
mengetahui kelayakan produk tersebut apakah sudah memenuhi persyaratan
atau masih perlu perbaikan kembali.
Sedangkan
tujuan dari Desain Produk itu sendiri, adalah :
- Untuk
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan mempunyai nilai jual yang
tinggi.
- Untuk
menghasilkan produk yang trend pada masanya.
- Untuk
membuat produk seekonomis mungkin dalam penggunaan bahan baku dan biaya –
biaya dengan tanpa mengurangi nilai jual produk tersebut.
Tahapan – tahapan kegiatan Desain
Produk
Seorang
product designer harus melalui tahapan – tahapan dalam merencanakan suatu
produk, tahapan tersebut yaitu :
Memformulasikan hasil marketing
research
Adapun
yang menjadi titik tolak dalam tahapan kegiatan Desain Produk adalah riset
pemasaran. Untuk mengetahui produk yang diinginkan pelanggan, product designer
dapat memperoleh data dari riset pemasaran yang langsung berhubungan dengan
pelanggan. Riset ini dilakukan baik untuk produk yang betul – betul baru maupun
untuk produk yang sudah ada.
Pengembangan
suatu riset dalam perusahaan akan menghasilkan sebuah gagasan atau ide untuk
membuat suatu produk, dimana ide tersebut diperoleh dari data yang didapatkan
saat riset itu sendiri dilakukan. Dalam riset pembuatan produk baru atau
pengembangan produk yang sudah ada, perusahaan harus mempertimbangkan hal – hal
sebagai berikut :
- Keinginan
pelanggan dalam hal kegunaan, kualitas, modal dan warna dari produknya
denga tidak mengabaikan penentuan harga
- Biaya
dari pembuatan produk baru atau pengembangan dari produk yang sudah ada
apakah perusahaan mampu untuk membayarnya.
Untuk
hal – hal tersebut diatas, maka riset ini perlu ditunjang dengan faktor –
faktor yang berupa waktu untuk menjalankan penelitian, mencari informasi atau
keterangan berdasarkan pengalaman.
Mempertimbangkan
kemampuan fasilitas perusahaan Untuk melaksanakan kegiatan pembuatan suatu
produk, maka desainer harus mempertimbangkan kemampuan dari perusahaan itu
sendiri, diantaranya : tenaga kerja, mesin – mesin, peralatan penunjang dan
perkakas lainnya. Dalam membuat produk, desainer harus mempertimbangkan biaya
yang seekonomis mungkin.
Membuat sketsa
Dalam
membuat sketsa, bentuk dari produk yang akan dibuat akan terlihat jelas satu
dengan yang lainnya. Sketsa tersebut dibuat untuk mempermudah dalam pembuatan
gambar kerja ( blue Print ), sketsa dari masing – masing produk walaupun sketsa
ini tidak menunjukan ukuran – ukuran yang sebenarnya, tapi dapat terlihat dal
skala perbandingan.
Membuat gambar kerja
Pembuatan
gambar kerja ini adalah merupakan tahap akhir dalam kegiatan Desain Produk,
dimana dalam gambar kerja ini dapat digambarkan bentuk dan ukuran yang
sebenarnya dengan skala yang diperkecil. Selain itu, dalam gambar kerja juga
diperlihatkan bahan – bahan yang akan dipergunakan dalam pembuatan produk
tersebut. Setelah gambar kerja tersebut selesai dirancang, kemudian diserahkan
kepada pelaksana kegiatan untuk segera dipelajari dan dikerjakan lebih lanjut
cara proses produksinya.
RAHASIA
DAGANG
Seperti
yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum
di bidang teknologi dan/ atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna
dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Rahasia Dagang dijelaskan lebih lanjut bahwa
lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah metode produksi, metode pengolahan,
metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakat umum. Adapun yang
dimasukkan kedalam informasi teknologi, adalah sebagai berikut :
- Informasi tentang penelitian dan
pengembangan suatu teknologi;
- Informasi tentang produksi/proses;
dan
- Informasi mengenai kontrol mutu.
Sedangkan
yang dimaksud dalam informasi bisnis, adalah sebagai berikut :
- Informasi yang berkaitan dengan
penjualan dan pemasaran suatu produk;
- Informasi yang berkaitan dengan
para langganan;
- Informasi tentang keuangan; dan
- Informasi tentang administrasi.
Rezim
HKI ini merupakan salah satu cara yang tepat untuk melindungi ide, selain
Paten. Beberapa alasan/keuntungan penerapan Rahasia Dagang dibandingkan Paten
adalah karya intelektual tidak memenuhi persyaratan paten, masa perlindungan
yang tidak terbatas, proses perlindungan tidak serumit dan semahal paten,
lingkup dan perlindungan geografis lebih luas.
Sistem
Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia dagang mendapat perlindungan
apabila informasi itu, Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu
bukan secara umum oleh masyarakat,Memiliki nilai ekonomi
apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat
komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,Dijaga kerahasiaannya
apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan
langkah-langkah yang layak dan patut. , kecuali untuk lisensi Rahasia Dagang
yang diberikan. Lisensi Rahasia Dagang harus dicatatkan ke Ditjen. HKI -
DepkumHAM. Adapaun perbedaanya dengan HKI yang lainya adalah :
·
Bentuk HKI lainnya tidak bersifat
rahasia, HKI lain mendapatkan perlindungan kaena merupakan sejenis kekayaan
yang dimilki orang lain
·
Rahasia dagang mendapatkan perlindungan
meskipun tidak mengandung nilai kreativitas ataupun pemikiran baru. Yang
terpenting adalah rahasia dagang tersebut tidak diketahui secara umum.
Misalnya,sebuah system kerja yang efektif.
·
Bentuk HKI lain selalu berupabentuk
tertentu yang dapat ditulis,digambar atau dicatat secra persis sesuai dengan
syarat pendaftaran yang ditetapkan oleh instansi pemerintah.
Jangka
Waktu Perlindungan Rahasia Dagang
Dengan
adanya unsur kerahasiaan dalam suatu rahasia dagang, maka menyebabkan rahasia
dagang tidak memiliki batas jangka waktu perlindungan, karena yang terpenting
adalah selama pemilik rahasia dagang tetap melakukan upaya untuk menjaga
kerahasiaan dari informasi, maka informasi tersebut masih tetap dalam
perlindungan rahasia dagang.
Berdasarkan
Undang-Undang Rahasia Dagang Pasal 5 ayat (1) juga disebutkan, bahwa pemilik
rahasia dagang dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain melalui cara-cara
yang telah ditetapkan dalam undang-undang yakni melalui pewarisan, hibah,
wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh
undang-undang (sebagai contoh yakni melalui putusan pengadilan yang
mengharuskan pemilik rahasia dagang untuk membuka informasinya). Dan khusus
terhadap pengalihan hak atas dasar perjanjian, diperlukan adanya suatu
pengalihan hak yang didasarkan pada pembuatan suatu akta, terutama akta
otentik. Disisi lain pemilik rahasia dagang dapat pula mengalihkan haknya
melalui suatu perjanjian lisensi. Perjanjian ini hanya diberikan selama jangka
waktu tertentu dengan hak yang terbatas untuk pemegang lisensi. Dilakukan
pembatasan karena dalam prakteknya pemilik rahasia dagang hanya memberikan
lisensi pada pihak lain dan bukan berarti akan serta merta membuka seluruh
informasi yang dimilikinya.
CONFIDENTIAL
CONTRACT
Confidential
contract, adalah hubungan yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak untuk me-
rahasiakan informasi yang dipelajari atau diterima atau yang dike- tahuinya
dari dalam hubungan tersebut (confidential relation ship) informasi yang dirahasiakan ini dianggap
sebagai benda berge-rak yang tidak berwujud (intangible).
Apabila kewajiban meraha-siakan ini kemudian tidak ditepati dan secara sengaja
maupun tidak sengaja mengungkapkan atau menggunakan informasi itu, maka
perbuatan penerima informasi ini akan dianggap sebagai breach of
confidential (pelanggaran kewajiban merahasiakan) atau breach of
fiduciary obligatoir (pelanggaran kepercayaan yang menjadi kewajiban) atau
breach of contract (pelanggaran kontrak), yang merupakan pelanggaran
rahasia dagang dan dapat mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya.
CONTOH
KASUS
Kasus
:
Sengketa
rahasia dagang yang terjadi antara PT. General Food Industries dengan kedua
mantan karyawannya yang berawal dari kedua mantan karyawannya yang berpindah
tempat kerja di perusahaan saingan PT. GFI. Kedua karyawan tersebut menciptakan
suatu produ yang sama dengan apa yang dilakukannya ditempatnya bekerja
terdahulu. Setelah mengatahui hal tersebut maka PT general food mengajukan
gugatan terhadap kedua karyawan tersebut dan juga PT. GFI.
Pembahasan
:
Rahasia dagang adalah salah satu
cabang dari hukum Hak Kekayaan Intelektual. Hukum rahasia dagang mempunyai
peranan yang sangat penting karena setiap pelaku usaha pasti tidak ingin
rahasia dari kegiatan usahanya terbongkar, terutama dari pesaing bisnisnya, dan
yang dilindungi oleh hukum rahasia dagang adalah suatu rahasia dalam dunia
usaha yang bernilai ekonomi dan tidak diketahui oleh umum. Rahasia dagang
diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia dagang. Dalam suatu
kegiatan usaha pasti ada hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Salah satu
sengketa bisa terjadi akibat pelanggaran rahasia dagang.
Jaksa penuntut umum menuntut kedua
karyawan tersebut dengan pelanggaran rahasia dagang dan hakim telah memvonis
kedua karyawan tersebut dengan hukuman pidana dua bulan penjara. Kedua
terpidana tersebut di anggap telah melanggar pasal 17 Undang-Undang No.30 Tahun
2000 Tentang Rahasia Dagang, yaitu bahwa “tanpa hak telah menggunakan rahasia
dagang pihak lain”. Secara fakta, penulis melihat bahwa kedua terpidana
tersebut tidak melanggar rahasia dagang, karena PT. GFI tidak secara jelas
menyatakan hal apa sajakah yang menjadi rahasia dalam perusahaan. Sehingga
menurut penulis berkesimpulan bahwa apa yang dituduhkan bukanlah suatu rahasia
sehingga sudah seharusnya kedua terpidana tersebut mengajukan banding.
Pengertian Perlindungan Konsumen
Indonesia adalah
Nomor
8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Perlindungan Konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
Konsumen.” Rumusan pengertian perlindungan Konsumen yang terdapat dalam pasal
tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan
sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan
perlindungan Konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi
konsumen. (Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 1.)
Pengertian
Perlindungan Konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya
Az. Nasution, Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian
dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum
Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang
berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup. (AZ.
Nasution, op.cit., hal. 22.)
Setiap
orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok
bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk suatu
produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi
menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai
kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga
membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya
kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang
relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun
pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen
hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan
perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji
ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan
sehari-hari.
Perlindugan
terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat
penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan
motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa
yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar
dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung,
maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya.
Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap
kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera
dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya
permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era
perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering
diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas
untuk melindungi produsen yang jujur.
Pada
era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua negara
dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur.
Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana Konsumen dapat memilih
barang atau jasa karena jaminan kulitas dengan harga yang wajar. Oleh karena
itu pola perlindungan Konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar
negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model
perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat
penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara
keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen
dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat
penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang
tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah
perlindungan konsumen. (Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum
Perlindungan Konsumen,(Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 33.)
Hakekatnya,
terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan
perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni:Pertama, Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang
demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi
barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk
memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang
dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya
perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan
konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan
melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga
melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan
tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.
Pasal
3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian Konsumen untuk melindungi diri,
- Mengangkat harkat dan martabat Konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa,
- Meningkatkan pemberdayaan Konsumen dalam
memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai Konsumen,
- Menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi,
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan Konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha,
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan Konsumen.
Penting
pula untuk mengetahui landasan perlindungan konsumen berupa azas- azas yang
terkandung dalam perlindungan konsumen yakni :
- Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan Konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan,
- Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada Konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil,
- Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan
antara kepentingan Konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
materiil ataupun spiritual,
- Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen;
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada Konsumen dalarn
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan;
- Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
Konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
Konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
NEGOSIASI
adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan
pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau
berbeda.
Keuntungan
Negoisasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negoisasi
:
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi
yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Prasyarat
Negoisasi yang efektif
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara
sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling
ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat
digunakan sebagai alat bukti
Tahapan Negoisasi
menurut William Ury dibagi menjadi empat tahap yaitu :
Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan
penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan
lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan
dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak
lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative
lain atau harga dasar (Bottom Line)
Tahap
Orientasi dan Mengatur Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
Tahap
Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk
pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai
imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
Tahapan
Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih
baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau
menyatakan tidak ada komitmen
Sistem Mediation
Mediasi
berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator).
Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator
(penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional
melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang
bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu
dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga
yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan
keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak
diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak.
Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak
cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu,
para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu
pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh
jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi
jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu,
bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang
menang mutlak.
Manfaat
yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak
sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan.
Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali
pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2.
Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika
dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi
pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses
mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3.
Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak
dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya
bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses
pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan
oleh wartawan (no press coverage).
4.
Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan
penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing
tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling
memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti
preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang
dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai
kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan
secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para
pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5.
Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak
sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama
(cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus
melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya
berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang
saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat
terus membara dalam dada mereka.
6.
Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa
kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak
ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the
beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti
ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang
kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7.
Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada
kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling
ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela
dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian
tidak ditunggangi emosi.
ARBITRASE
“Di
samping berbagai kelebihan dari penyelesaian sengketa di arbitrase, yang
menurut saya menjadi keunggulan adalah arbitrer pemeriksa perkara adalah ahli
yang memiliki kompetensi dalam bidang usaha yang dipersengketakan.”
Berbeda
dengan sidang perdata di tingkat pengadilan negeri, dalam proses arbitrase
didahului dengan pengajuan permohonan arbitrase disertai dengan permohonan
penunjukkan arbitrer yang akan dipilih oleh pemohon untuk menangani sengketa di
arbitrase hingga bukti-bukti yang akan diajukan oleh pemohon untuk mendukung
permohonannya (statement of claim).
Arbitrase
sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat menjatuhkan
putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang
menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke
pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan arbitrase.
Walaupun
hanya berupa quasi judicial, lembaga arbitrase akan lebih efektif
dipilih untuk menyelesaikan sengketa bisnis, sepanjang dilakukan secara
sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara prinsip, para pihak memilih
arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat
tertutup arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus mereka. Mengingat,
publikasi tentang sengketa kurang baik bagi pebisnis.
Yang
menarik dalam arbitrase, sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mengetahui
posisi dan sikap masing-masing pihak sebagaimana tertuang dalam permohonan
arbitrase dan jawaban terhadap permohonan arbitrase. Bahkan, para pihak pun
sudah menyerahkan daftar bukti untuk mendukung dalilnya. Sehingga, pada saat
sidang pemeriksaan arbitrase, para pihak mendapatkan keleluasaan untuk
mengutarakan argumennya secara verbal dan juga dapat menyertakan bukti
tambahan.
Pemandangan
sidang arbitrase jauh berbeda dengan sidang perdata di pengadilan negeri yang
terkadang hanya bertukar dokumen sidang. Agenda pembuktian pun seperti
seremonial penyerahan dokumen semata, jika tidak ada saksi yang diajukan dalam
perkara tersebut.
Lebih
jauh mengenai permohonan arbitrase juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor
30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU No.
30/1999). Selanjutnya, saya akan menggunakan pendekatan dalam prosedur
ber-arbitrase di Badan arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Berikut
adalah tahapan prosedurnya.
1. Permohonan Arbitrase
Prosedur
arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh
pihak yang memulai proses arbitrase pada Sekretariat BANI. Di dalam permohonan
tersebut, pemohon menjelaskan baik dari sisi formal tentang kedudukan pemohon
dikaitkan dengan perjanjian arbitrase, kewenangan arbitrase (dalam hal ini
BANI) untuk memeriksa perkara, hingga prosedur yang sudah ditempuh sebelum
dapat masuk ke dalam penyelesaian melalui forum arbitrase.
Penyelesaian
sengketa di arbitrase dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak
berperkara. Kesepakatan tersebut dapat dibuat sebelum timbul sengketa (Pactum
De Compromittendo) atau disepakati para pihak saat akan menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase (akta van compromis). Sebelum
mendaftarkan permohonan ke BANI, Pemohon terlebih dahulu memberitahukan kepada
Termohon bahwa sehubungan dengan adanya sengketa
antara Pemohon dan Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan sengketa melalui
BANI.
Sesuai
dengan Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 30/1999, pemberitahuan sebagaimana
dimaksud di atas harus memuat dengan jelas:
- nama
dan alamat para pihak;
- penunjukan
kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
- perjanjian
atau masalah yang menjadi sengketa;
- dasar
tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
- cara
penyelesaian yang dikehendaki; dan
- perjanjian
yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak
pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul
tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Setelah
menerima Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang
disyaratkan, Sekretariat harus mendaftarkan Permohonan itu dalam register
BANI. Badan Pengurus BANI juga akan memeriksa Permohonan tersebut untuk
menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak
telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa
tersebut.
2. Penunjukan Arbiter
Pada
dasarnya, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan dipimpin oleh
arbiter tunggal atau oleh Majelis. Dalam
hal forum arbitrase dipimpin oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk
mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal pemohon secara
tertulis harus mengusulkan kepada termohon nama orang yang dapat diangkat
sebagai arbiter tunggal. Jika dalam 14 (empat belas) hari sejak termohon
menerima usul pemohon para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal ma
ka
dengan berdasarkan permohonan dari salah satu pihak maka Ketua Pengadilan dapat
mengangkat arbiter tunggal.
Dalam
hal forum dipimpin oleh Majelis maka Para Pihak akan mengangkat masing-masing 1
(satu) arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang telah diangkat
oleh Para Pihak akan menunjuk 1 (satu) arbiter ketiga (yang kemudian akan
menjadi ketua majelis arbitrase). Apabila dalam waktu 14 (empat) belas hari
setelah pengangkatan arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat maka atas
permohonan salah satu pihak maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter
ketiga.
Apabila
setelah 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh
termohon dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan
menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya
akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah
pihak.
3. Tanggapan Termohon
Apabila
Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, maka setelah
pendaftaran Permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus
ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut.
Sekretariat harus menyampaikan satu salinan Permohonan Arbitrase dan
dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan
tanggapan tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima penyampaian
Permohonan Arbitrase, Termohon wajib menyampaikan Jawaban. Dalam Jawaban
itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan itu
kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon tidak menunjuk
seorang Arbiter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah diserahkan
kepada Ketua BANI.
Ketua
BANI berwenang, atas permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan Jawaban
dan atau penunjukan arbiter oleh Termohon dengan alasan-alasan yang sah, dengan
ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat
belas) hari.
4. Tuntutan Balik
Apabila
Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya
penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan yang bersangkutan
sebagai-mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik
(rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama dengan Surat Jawaban
atau selambat-lambatnya pada sidang pertama.
Majelis
berwenang, atas permintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik
(rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal
kemudian apabila Termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan.
Atas
tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut dikenakan biaya
tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya adminsitrasi yang
dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang
ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya administrasi untuk
tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar para pihak, maka
tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan diperiksa,
dipertimbangkan dan diputus secara bersama-sama dengan tuntutan pokok.
Kelalaian
para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya administrasi
sehubungan dengan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak menghalangi
ataupun menunda kelanjutan penyelenggaraan arbitrase sehubungan dengan tuntutan
pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan pokok
(konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan balik
(rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.
Jawaban Tuntutan Balik
Dalam
hal Termohon telah mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau
upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon), berhak dalam
jangka waktu 30 hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis, untuk
mengajukan jawaban atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian
tersebut.
5. Sidang Pemeriksaan
Dalam
sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan
secara tertutup. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali atas
persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain
yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya
dengan surat kuasa khusus.
Pihak
ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri
dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur
kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang
bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa
sengketa yang bersangkutan Atas
permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil
putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban
jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan.
Pemeriksaan
sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis. Pemeriksaan secara
lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh
arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar
keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu pada tempat
tertentu diluar tempat arbitrase diadakan. Pemeriksaan
saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan
menurut ketentuan dalam hukum acara perdata.
Arbiter
atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang
dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang
diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah
agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan
atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.
Arbiter atau
majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :
- diajukan
permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
- sebagai
akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya; atau
- dianggap
perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Dalam
hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau
majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak
yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian
yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi
ketentuan perdamaian tersebut.
Apabila
pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud termohon tanpa suatu alasan sah
tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut,
arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Paling
lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa
alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan,
pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon
dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak
berdasarkan hukum.
Majelis
wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 hari terhitung
sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis mempertimbangkan bahwa jangka
waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya. Selain menetapkan Putusan akhir,
Majelis juga berhak menetapkan putusan-putusan pendahuluan, sela atau
Putusan-putusan parsial.
6. Biaya-biaya
Permohonan
Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi
sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi
Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris
Majelis.
Mengenai
biaya ini didasarkan juga pada besarnya nilai tuntutan yang dicantumkan dalam
permohonan arbitrase, baik materiil juga imateriil. Oleh karena itu, pemohon
arbitrase hendaknya lebih bijak dalam menetapkan nilai tuntutannya. Satu dan
lain hal, karena pendaftaran biaya arbitrase dihitung berdasarkan prosentase
nilai tuntutan dan majelis arbitrer hanya akan mengabulkan nilai tuntutan yang
dapat dibuktikan oleh pemohon.
Apabila
terdapat pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase turut serta dan
menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti
yang dimaksud oleh pasal 30 Undang-undang No. 30/1999, maka pihak ketiga
tersebut wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya
sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. Dalam
hal Termohon tidak memberikan tanggapan atau diam saja, maka Pemohon arbitrase
berkewajiban untuk membayar beban biaya perkara Termohon. Pemeriksaan perkara
arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh kedua
belah pihak.
Kelebihan arbitrase
Di
samping berbagai kelebihan dari penyelesaian sengketa di arbitrase, yang
menurut saya menjadi keunggulan adalah arbitrer pemeriksa perkara adalah ahli
yang memiliki kompetensi dalam bidang usaha yang dipersengketakan. Dengan
demikian, sang arbiter telah memiliki dasar pemahaman yang lebih dari cukup
tentang bisnis/industri itu sendiri.
Bahkan
sepanjang pengalaman saya, belum pernah ditemukan adanya kolusi dengan arbiter
ataupun pungli yang dilakukan petugas di sekretariat BANI. Hal ini tentunya
menjadi keunggulan lain yang membuat kita lebih nyaman untuk menyelesaiakan
sengketa di arbitrase, dibanding pengadilan dengan segala intrik mafia
peradilannya.
Daftar
Pusaka :